Tuesday, July 19, 2011

Berpengaruhkah Fashion Pada Orientasi ?

Pernah melihat seorang anak remaja laki-laki memakai baju kaos bewarna pink atau merah jambu ? Atau seorang anak perempuan dengan cincin di bibir ? Mungkin tak jarang lagi untuk menemukan itu di sini, di negeri ini atau di sekolah kita ini sendiri SMA N 1 Gunung Talang. Tidak sedikit yang kita lihat seperti itu.

Pertanyaannya, apa yang salah sebenarnya dengan Fashion ? Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mode dan fashion karena fashion selalu berkembang dan kadang berputar mundur atau berputar menuruti perputaran bumi. Dan sesuatu yang alami kalau kita mengikuti perkembangan dari fashion dan mode. Yang tidak alami adalah kita kadang secara tidak sadar mengikuti philosophy dan prinsip yang di bangun oleh para pengembang dan “meluruskan” tujuan dari pengembang tersebut, namun sebenarnya kita terbatas dan diatur serta dibatasi oleh beberapa norma, baik norma yang kita ciptakan sendiri (berupa prinsip) atau norma-norma lain yang ada dalam lingkungan kita ( sebagai contoh, norma sosial yang hidup dan ada dilingkungan kita sendiri)

Terlepas dari norma dan aturan yang mengatur, namun ada beberapa fashion yang tidak sesuai dengan diri kita sendiri. Secara tidak langsung misalnya emo,(penulis mengambil satu aliran fashion ini sebagai contoh bukan untuk mendiskriminasikan satu golongan). Pada umumnya emo ini dilahirkan dan tercipta dari ketidakpuasan sekelompok orang di masa lalu pada keterkekangan atau keterikatan pada satu norma dan norma lainnya. Boleh disebut pecahan dari skinhead dan punk (aliran musik, karena memang sebenarnya ini ekspresi emotion  dari keterkekangan dari bermusik hingga merambah ke fashion  ). Tapi di sini penulis mencoba untuk mengulas bagian kaitannya pada fashion, mental dan orientasi.

Pada umumnya orang-orang yang menganut atau mendeskripsikan diri dengan cara ini memiliki sifat dan keperibadian mental yang khas,  kebanyakan dari mereka yang mendeskripsikan diri seperti ini, memiliki kepribadian yang tertutup di keluarga dan opened sesama mereka. Banyak penelitian dan hasil survey menyebutkan kalau orang-orang emo terutama remaja, lebih menyukai style emo in fashion, karena mereka menganggap dengan memilih emo, mereka bisa mengekpresikan diri dengan bebas. Tapi sayangnya diusia mereka yang labil (masa remaja) mereka kebablasan dalam pengaplikasian  emo ini. Hingga berujung kepada mental dan orientasi seks mereka sendiri.

Bukan mendeskritkan, tapi lebih kepada rujukan realita yang tercermin di masa sekarang, banyak anak-anak remaja yang menganut emo’s philosophy kebablasan dipenerapannya. Banyak dari mereka “salah” dalam mengerti emotion yang ada dalam emo itu sendiri. Sebenarnya kesalahan ini telah terjadi di awal-awal kemunculan emo itu sendiri. Banyak dari emo lovers ini yang kebablasan dalam prinsipnya, hingga berubah dan “merubah” total mental hingga orientasi mereka pun kebablasan dalam penerapan emotion.

Hingga banyak dari emo lovers ini yang “mengubah” sendiri orientasi dan perilaku seks mereka, kebanyakan dari mereka mengepresikan seks kepada sesama jenis dari mereka, hingga terlahirlah konsep-konsep baru dalam orientasi sexual homo emo, yang perempuan lebih suka mengekpresikan cinta pada perempuan begitu juga dengan laki-laki.

Hingga perkembangannya disetiap negara mempunyai sebutan emotion philosophy sendiri-sendiri. Sebagai contoh, untuk kawasan barat, amerika dan lainnya menyebut dengan Skinhead atau metal dan punk yang merupakan titik awal terjadinya emo  ini. Selanjutnya untuk kawasan Asia, Asia Timur khususnya menyebut diri mereka dengan sebutan harajuku dan tentunya di Indonesia juga terlahir hal-hal yang demikian Sebut saja dengan anak alay (kurang lebih begitu).

Namun terlepas dari itu semua, konsep dari emotion philosophy itu adalah kebebasan dalam berkarya dan menghasilkan karya terutama dalam menghasilkan karya bermusik dan fashion. Tidak ada salahnya untuk diterapkan, namun tetaplah pada koridor yang sudah ada dan sesuai dengan culture di mana kita mengekspresikan diri. Jangan sampai fashion dan prinsip turunan yang kita anut seperti emotion philosophy dan lain sebagainya, mengacaukan natural principle  kita sebagai manusia. Seperti dalam mengekspresikan diri dan Orientasi Seks. Terutama anak-anak kita yang masih remaja.

0 comments:

 
Design by Original Themes | Bloggerized by Rasaki Dua - Ethnic Promotion | Minangkabau Education Project